Jumat, 22 Mei 2015

Misteri Gunung Pataka

GUNUNG PATAKA MEMPUNYAI MITOS-MITOS YANG SELAMA BERTAHUN-TAHUN TERPATRI DALAM BENAK MASYARAKAT DESA PATAKAHARJA. SALAH SATU MITOS ITU MENYEBUTKAN TENTANG KEBERADAAN KERAMAT PATAKA YANG DIHUNI OLEH EYANG GURILAPATI. SEPERTI APA KISAHNYA...?

Gunung Pataka merupakan salah satu sumber daya alam yang dimiliki oleh Desa Patakaharja, selain Sungai Ciranto, Kali Cijolang, Curug Penganten maupun Bukit Kowari.

Gunung Pataka mempunyai mitos-mitos yang selama bertahun-tahun terpatri dalam benak masyarakat Desa Patakaharja, sehingga tidak semua orang di desa ini pernah menginjakkan kakinya di gunung tersebut. Salah satu mitos tersebut menyebutkan tentang sebuah keramat yang konon para dedemit dan siluman penghuninya bisa diajak kolaborasi. Tentu dengan catatan, si pelaku harus siap dengan segala konsekuensinya.

Menurut kabar, yang berhasil dijaring Misteri, bukan satu atau dua orang saja yang sudah melakukan ritual di keramat ini. Kiranya, ini bukan isapan jempol. Terbukti dari berbagai macam sisa sesaji yang masih berserakan di sekitar lokasi keramat tersebut, bahkan ada yang nampak masih baru.

Keramat Gunung Pataka berada di atas puncak, persisnya di sebuah area yang cukup sempit. Ditandai dengan keberadaan sebuah batu besar. Konon, dedemit dan siluman penunggu keramat ini sering muncul di atas batu tersebut, sementara si pelaku pesugihan melakukan ritual tepat di hadapan batu besar itu. Jika takut ritual di depan batu, bisa dilaksanakan dalam cungkup yang ada di sana.

Setelah melakukan ritual dua malam lamanya di Keramat Pataka, si pelaku akan ditemui langsung oleh penguasa gaib keramat tersebut. Di sini terjadi transaksi gaib. Kabarnya, pernah ada seorang pelaku yang diberi 1 peti uang. Uang ini diberikan oleh Eyang Gurilapati, penguasa gaib Keramat Pataka.

Uniknya lagi, sebuah areal pesugihan lain yang juga berpenunggu Eyang Gurilapati terdapat di sebuah kebon milik warga yang bernama Dana. Areal pesugihan itu juga ditandai dengan sebuah batu besar. Kabarnya, di zaman SDSB dulu banyak orang yang mencari info atau kode angka di tempat ini.

Tak jauh dari areal kebun ini, ada juga sebuah pohon randu yang dipercayai sebagai tempat bermainnya para peri di Gunung Pataka. Sudah barang tentu sulit untuk mengkaji kebenaran cerita ini. Namun, warga setempat mempercayai mitos ini sejak dari zaman turun-temuran.

Saat berkunjung ke Desa Patakaharja. Air terjun ini memiliki sungai yang airnya mengalir dari dua buah air terjun yang letaknya saling berhadapan.

Tak hanya itu, ternyata air terjun di Curug Panganten ini menyimpan cerita legenda yang mengandung unsur mistik. Penamaan air terjun ini diambil dari bahasa daerah yaitu Bahasa Sunda. Curug Panganten berasal dari Curug = Air Terjun, Panganten = Pengantin, jadi artinya adalah Air Terjun Pengantin.

Menurut legenda Curug Pengantin ini dulunya bernama Curug Sewu karena ada suatu peristiwa mengenaskan dari sepasang pengantin yang berlayar di sungai ini yang saat berlayar mereka bersenda-gurau sehingga perahu yang mereka tumpangi goyang, alhasil karena saat itu arus sungainya cukup deras maka sepasang pengantin tersebut terbawa arus, dan konon katanya jasad dari sepasang pengantin tersebut tak di ketemukan kembali hingga saat ini.

Menurut kesaksian sejumlah warga, yang ditemui Misteri di malam-malam tertentu dari arah Curug Panganten juga kerap terdengar suara gamelam Para penduduk sekitar yang bermukim dekat Curug Panganten sudah tidak asing lagi dengan suara gamelan tersebut karena sudah seringnya fenomena aneh ini mereka rasakan.

"Biasanya kejadian aneh itu berlangsung terutama di saat bulan purnama," cerita Kang Ukan.

Curug Panganten dapat. dikatakan merupakan sambungan dari dua sungai yang mengalirinya. Di bagian atasnya adalah batas akhir sungai Cirende, dan di bagian bawahnya adalah hulu dari sungai Cittung. Bahkan batang akhir sungai Cirende sendiri ternyata tersusun dari tiga tangga curug, yaitu Curug Cirende, Curag Sewu dan terakhir Curug Panganten. Curug Cirende dan Curug Sewu tidak dapat dilihat langsung dari bawah, karena di samping ketinggiannya rendah, juga terhalang oleh tebing tinggi yang menjadi limpahan air terjun Curug Panganten. Menurut Kang Ukan, warga setempat, di areal air terjun ini memang pernah terjadi sebuah peristiwa mengenaskan yang menimpa sepasang pengantin. Karena itu pula namanya yang semula disebut sebagai Curug Sewu menjadi berubah dan dikenal dengan nama Curug Panganten.

"Sasakala ceuk kolot mah kieu, ceunah baheula aya sapasang panganten nuju pelesir paparahuan dina lengkob cucuragan cai, ari si panganten lalak ngadon ngaheureuyan pamajikanana ku hileud. Bakat ku sieun jeung reuwas antukna tigejebur, lantaran harita keur badag cai, panganten awewe teh kasedot-puseran cai. Ningali Mtu salakina langsung ngunclungkeun maneh rek nulungan tiditu namah. Ngan orokaya manehna kalah milu kasedot, tiwas sapasang panganten teh, malah layonna oge teu kapendak. Tah tidinya curug Sewu teh katelahna we ngaranna jadi Curug Panganten. (Menurut cerita orang tua zaman dulu, pernah ada sepasang pengantin yang bersenang-senang di air terjun ini. Karena bercanda di atas perahu, maka akhirnya terjadilah sebuah tragedi. Sepasang pengantin itu tersedot air, dan hilang. Sejak itu namanya berabah menjadi Curug Pengantin," kata Ujang sambil menerawang.

Keberadaan Curug Panganten memang tidak lepas dari cerita legenda yang masih dipegang oleh sebagian masyarakat di sekitarnya. Pun demikian dengan kewingitannya. Soal keanehan Curug Panganten, dialami sendiri oleh Kang Ukan. Dua peristiwa gaib yang pernah dirasakannya cukup membuatnya percaya bahwa Curug Panganten memiliki aura mistis yang cukup besar. Bahkan peristiwa terakhir, tidak saja menjadi pembuktian bagi dirinya sendiri, namun juga bagi masyarakat di kampungnya.

Dikisahkan, saat itu Kang Ukan pernah hilang tanpa jejak selama 8 jam di Curug Panganten. Sampai-sampai masyarakat yang mencarinya hampir putus asa.

Pengalaman Kang Ukan tersebut dibenarkan oleh beberapa penduduk setempat di antaranya, Mang Odoy dan Mang Atum. Menurut keduanya, saat itu masyarakat menjadi gempar karena Kang Ukan tidak ditemukan di Curug Panganten. Bahkan tirnbul dugaan bahwa dia telah meninggal akibat tercebur dan terseret arus Curug Panganten.

Akhirnya malam itu juga pengajian diselenggarakan di rumah Kang Ukan. Masyarakat berharap mayat Kang Ukan segera ditemukan. Namun menjelang subuh terdengar suara berdebam di halaman rumah Kang Ukan. Setelah di periksa ternyata berasal dari tubuh Kang Ukan yang terlempar dalam keadaan tidak sadar. Sampai kini peristiwa gaib itu akhirnya menjadi kenan tersendiri bagi Kang Ukan dan masyarakat yang mengetahui peristiwa itu.

Di dekat Curug Panganten terdapat pula sebuah batu keramat yang bernama Batu Bedil. Bedil dalam Bahasa Indonesia adalah senapan. Mengapa batu tersebut dinamai Batu Bedil? Ya sudah jelas karena bentuknya seperti Bedil (Senapan).

Mitos yang beredar di masyarakat setempat tentang Batu Bedil ini yaitu suatu saat nanti saat terjadinya kiamat Batu Bedil ini akan meledak dan menembak kawasan beberapa dusun yang ada di Desa Patakaharja. Tapi, namanya juga mitos tentu kita tidak wajib untuk mempercayainya.

0 komentar:

Posting Komentar

Ganti Bahasa

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Jadwal Shalat

Daftar Isi

Diberdayakan oleh Blogger.